All About Naruto

Konoha Hiden-Chapter 2 "Kehidupan Sehari-Harinya"


Judul Novel : (木ノ葉秘伝 祝言日和, Konoha Hiden: Shūgenbiyori)
                   The Perfect Day For A Wedding//Hari yang Sempurna untuk Sebuah Pernikahan
Penulis : Shō Hinata
Ilustrasi : Masashi Kishimoto
Translator : Cacatua (Eng), NR@Narutonian (Ind)

Konoha Hiden, Chapter 2
-
Kehidupan Sehari-harinya

KA! KA! KA!

Bunyi terbelah akibat serangannya merupakan hal yang menyenangkan untuk didengar telinga Tenten. Dia berada dia tempat latihan biasanya. Ke-khas-an biasanya. Metode latihan biasanya.

Perasaannya, meskipun begitu, sedikit berbeda dari biasanya.

“Hadiah pernikahan, huh…”

Sambil bergumam pada dirinya sendiri, dia mengangkat kunai di tangannya, dan melemparnya. KA! yang lainnya terdengar, kunainya bersarang tepat di target yang telah dipersiapkan. Itu adalah keahlian melempar kunai yang mengagumkan.

Tapi, untuk seseorang yang terlatih dengan senjata seperti Tenten, mengenai target berupa bullseye yang tidak bergerak bukanlah apa-apa, itu sangatlah mudah.

Tenten biasanya pergi berlatih sebelum sarapan.

Saat dia tidak ada misi, ia selalu memilih untuk melakukan ini. Dia akan menuju ke tempat latihan pagi-pagi sekali, berlatih dengan kunai dan shuriken sampai tubuhnya terasa panas, dan kemudian pergi sarapan.

Pada akhirnya biasanya dia memakan sarapan di tempat latihan. Pola sarapan paginya biasanya adalah roti berisi daging steam yang dijual di toko terdekat, dengan minuman berupa teh hijau.

“Apa yang harus kulakukan…” Tenten bergumam pada diri sendiri lagi, membuat gerakan melempar dengan tangannya sekali lagi.

KA KA KA!

Kali ini beberapa shuriken melayang dari tangannya, mengelilingi kunai yang telah dia lempar ke bulsseye sebelumnya dengan sempurna.

Lagi, itu adalah pertunjukan yang begitu mudah dan sederhana baginya yang bisa dilakukan dengan mata tertutup.

Tapi kemudian, itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk Tenten sendiri.

Kemampuan bersenjata selevel ini adalah sesuatu yang semua orang—yang menyebut diri mereka shinobi- bisa lakukan dengan baik dan penuh pengalaman.

Kenyataannya, itu adalah sesuatu yang dikuasai anak-anak setelah mereka memasuki Akademi Ninja. Adalah hal yang normal bagi para murid yang berasal dari keluarga shinobi terkenal untuk diajarkan ketrampilan itu oleh orang tua atau saudara mereka bahkan sebelum masuk Akademi.

Untuk menyederhanakannya, apa yang Tenten lakukan sekarang adalah salah satu dari teknik yang paling dasar.

Jika kalian bertanya kenapa Tenten masih melatih teknik dasar seperti itu, jawabannya adalah karena dia terpengaruh oleh gurunya, Gai, dan kata-katanya.

“Siapapun yang mengabaikan kemampuan dasarnya tidak akan bisa melihat hari esok!”

Itu adalah kata-kata yang diucapkan Gai waktu Tenten pertama kali diajar olehnya.

Kata-katanya sudah membuat kesan yang luar biasa pada Tenten muda. Lee yang berdiri di sebelah Tenten, sangat terpengaruh hingga dia mulai menangis, dan merusak momen itu.

Tapi, Tenten masih mengikuti ajaran Gai sepenuh hati dan terus rajin melatih kemampuan dasarnya sampai saat ini.


-
Pada awalnya, Tenten tidak pernah menjadi ninja yang menguasai jutsu yang banyak.

Sejak dulu, saat dia punya talentauntuk Jikukan Ninjutsu, kontrol chakranya lebih buruk dari ninja lainnya. Dia cepat-cepat menyadari bahwa dia tidak akan pernah menjadi ninja yang bisa menguasai jutsu yang rumit dan berskala besar.

Akan tetapi, hanya karena dia menyadari itu dari awal, tidak berarti Tenten menyerah untuk menjadi kunoichi yang kuat dan menakjubkan. Dia tidak mempunyai mindset yang lemah seperti itu.

Untuk kasus Tenten, adalah hal yang baik karena dia mampu menyadari apa yang cocok untuk dirinya dan apa yang tidak cocok dengan dirinya sejak masih muda. Karena secepat mungkin Tenten mengerti batas kemampuannya, dia mulai berpikir dengan gelisah mengenai bidang apa yang cocok dengannya sebagai shinobi. Dan ketika dia menemukan jawabannya, dia akan secepatnya menuju jalur itu, dan mengejarnya sepenuh hati.

Jawaban yang ditemukan Tenten adalah: Senjata Ninja.

Berurusan dengan senjata seperti shuriken atau kunai adalah sebuah norma untuk siapapun yang mengaku sebagai shinobi, tapi tidak ada yang ahli dalam persenjataan— lain pula orang yang menguasainya.

Pada ketrampilan bersenjatalah Tenten mengabdikan dirinya. Tanpa perlu disebutkan, Tenten memiliki target untuk menjadi lebih terampil dari shinobi lainnya dalam hal persenjataan, tapi dia juga melatih dirinya untuk menghadapi senjata yang jarang digunakan shinobi lainnya, yang tidak dikenali shinobi begitu saja, setiap jenis dan variasi senjata.

Tenten menempa dirinya dalam jalur yang unik.

Jika sudah soal itu, alasan mengapa dia memiliki pikiran seperti itu adalah karena gurunya Gai, dan teman satu timnya Lee dan Neji. Mereka sangat mempengaruhinya.

Nama Gai terkenal sebagai pengguna Taijutsu terbaik di desa. Lee mengaguminya, dan berusaha untuk menjadi seperti dirinya. Dan Neji selalu disebut sebagai jenius dalam jutsu Jūken yang turunkan dari keluarganya yang terkenal, Hyuuga.

Tenten sudah menghabiskan waktunya bersama mereka, berlatih dengan mereka, kadang-kadang bertarung dengan mereka dan meningkatkan dasar taijutsunya. Awalnya, sebelum ninjutsu dan genjutsu ada, taijutsu adalah pencapaian awal seorang shinobi.

Tenten mempelajari taijutsu dengan keras di bawah pengawasan Gai, dan dia melakukannya dengan baik. Tetapi, Lee dan Neji juga berlatih bersamanya, dan Tenten kemudian menyadari bahwa dia tidak akan mencapai level stamina dan kemampuan fisik mereka.

Tim Gai memiliki kemampuan taijutsu yang paling tinggi di seluruh desa, dan karena berlatih di bawah pengawasan Gai dan berlatih bersama Lee dan Neji, level taijutsu Tenten telah mencapai titik dimana kemampuannya berada di atas shinobi lain, kecuali teman-teman satu timnya.

Di tengah-tengah latihannya, sebagian dari Tenten tanpa disadari membandingkan dirinya dengan Lee atau Neji, atau bahkan Gai.

Akulah yang kemampuannya paling buruk di tim ini.

Itu adalah pikiran yang mengganggu Tenten dalam setiap detik latihannya.

Akan tetapi, pikiran itu yang telah memacu dirinya menuju jalur yang unik.

Gai dan yang lainnya dapat menghancurkan batu besar dengan satu pukulan. Tenten tidak memiliki kemampuan yang bisa membuatnya melakukan hal itu dengan tangannya sendiri.

Itulah mengapa dia mempersenjatai tangannya dengan kunai.

Supaya dia bisa mengimbangi Lee dan Neji. Supaya dia bisa berjalan di samping mereka.


-
Pada waktunya, Tenten akhirnya menyempurnakan kemampuan Jikkukan Ninjutsu-nya, dan mempelajari bagaimana men-summon berbagai jenis senjata ninja menggunakan gulungan.

Ketika saatny atiba, juga karena Tenten yang menghabiskan hari-harinya dengan mempelajari berbagai senjata, Tenten menjadi begitu terpesona dengan daya tarik senjata ninja. Dia memandang senjata yang ada di tangannya dua kali, dan terkagum-kagum pada keindahan benda-benda itu.

Dulu sewaktu di akademi, teman sekelas perempuannya mengatakan bahwa kunai itu biasa dan membosankan. Sama sekali tidak menarik. Justru karena kunai itu biasa dan membosankan maka benda itu begitu mempesona.

Tenten tidak mengatakan pendapatnya waktu itu, tapi dirinya yang sekarang bisa mengatakannya. Bagaimanapun, dirinya yang sekarang terus berlatih dengan tujuan menjadi pengguna senjata nomor satu. Seluruh pikirannya diabdikan pada senjata ninja lebih daripada yang lain.

Bahkan pisau yang paling sederhana punya sisi yang mempesona.

Ninjutsu dan Genjutsu, dan bahkan Taijutsu, tak satupun yang bisa mengalahkan keindahan senjata ninja.

Tentu saja, ketika Tenten mengutarakan pendapatnya, bukan berarti dia memaksa semua orang untuk memiliki pemikiran yang sama dengannya.

Dia mengekspresikan apa yang dirasakannya dengan tindakan, bukan perkataan. Melihat kunainya melesat menembus targetnya, contohnya, jauh lebih baik daripada penjelasan lewat kata-kata. Itulah yang Tenten pikirkan.

Tapi dia harus memastikan bahwa tujuannya besar, atau semua kerja kerasnya tidak ada artinya. Itulah mengapa Tenten tidak pernah bolos dalam melatih ketrampilan dasarnya. Setiap hari, dia diam-diam memoles senjatanya, mempersiapkannya untuk latihan,dan membidik targetnya.
Lee dan Neji…Tenten melihat kerjakeras dan talenta mereka lebih dekat dari yang lain, dan merekalah yang menjadi alasan mengapa dia selalu berusaha keras dalam latihannya. Tidak peduli seberapa kuat mereka nantinya, mereka tidak akan mengabaikan kemampuan dasar mereka.

Itulah alasannya…

Meskipun ketrampilan dasar ini adalah hal yang bisa dilakukan semua orang, yang semua orang bisa lakukan selama mereka memiliki insting yang bagus, meskipun jika mereka tidak sering berlatih, meskipun begitu, Tenten masih terus berlatih berpuluh-puluh hingga beratus-ratus kali, mengulanginya lagi dan lagi.

Tubuhnya, lengannya, bahkan jari-jarinya, dia akan terus berlatih dan berlatih, dan menanamkan insting pada setiap inchi tubuhnya.

Di pertempuran yang sebenarnya, target itu tidak hanya diam. Tenten tidak mungkin membidik sambil berdiri diam. Jika kalian berdiri diam, maka kalian akan mati.

Tapi Tenten masih terus berlatih melempar kunai ke tengah-tengah targetnya.

Pada akhirnya dia terus melempar kunai beratus-ratus kali, mengulang gerakan itu lagi dan lagi, dan kemudian hasilnya…

Alhasil, meskipun saat targetnya bergerak dengan gerakan yang kompleks, seketika itu juga, dia bisa merasakan seolah mereka diam. Baik kunai maupun shuriken, benda-benda itu melayang dari tangannya dan tepat mengenai sasarannya seolah target itu memanggil mereka.

Untuk terus berlatih ketrampilan dasar yang semua orang bisa lakukan, setiap hari, tanpa sekalipun bolos latihan, mengulang dan mengulang lagi…itu adalah dedikasi yang tidak semua orang bisa lakukan. Dunia bahkan mengetahuinya.

Dan latihannya yang penuh dedikasi itu akhirnya membuahkan hasil. Kemampuannya meningkat sampai taraf dimana jika kalian bertanya pada teman-temannya siapa pengguna senjata terbaik, mereka pasti segera menjawab “Jelas saja, Tenten.”

Itu adalah hasil yang normal dari kerja kerasnya, tapi itu adalah sesuatu yang membuatnya sangat senang. Tentu saja, dia juga merasa bangga. Tapi hari ini, membaktikan seluruh dirinya pada persenjataan ninja membuatnya sedikit berada dalam masalah.


*
“Argh- ini- aku tidak bisa memikirkan apapun!”

Bunyi debam yang keras ‘ZUGAGAGAGA’ mengiringi kekesalan Tenten, dan sekumpulan shuriken berdebam ke targetnya, suara keras menggema di tempat latihan yang kosong itu. Dia dikelilingi oleh target yang sudah dipenuhi kunai dan shuriken. Tentu saja, tidak ada satupun yang meleset.

Saat Tenten pertama kali mendengar tentang pernikahan itu, dia segera berpikir pada dirinya, ‘Baiklah, aku akan memberikan mereka beberapa custom-made kunai!’

Dia sudah membuat keputusannya, merasa puas, dan dengan itu seharusnya semuanya sudah selesai.

Akan tetapi, malam itu …

Tenten sedang berbaring di futon-nya, menerawang ke langit-langit. Dia sudah hampir tertidur ketika sesuatu terbesit di pikirannya:

Selain kunai, apalagi ya yang bagus menjadi hadiah?

Tenten terkejut saat dia tiba-tiba tidak bisa memikirkan apapun. Akhirnya dia menghabiskan malam itu dengan penuh rasa gelisah karena tidak bisa menemukan jawabannya.

Berkat kejadian itu, dia tidak tidur sedikitpun.

Menguap, Tenten bergerak untuk mengumpulan shuriken dan kunainya dari target-target tempat benda-benda itu tertanam.

Ada banyak sekali tiang kayu yangtertanam di tempat latihan yang sering Tenten datangi. Beberapa tingginya sama seperti manusia. Pengguna lain biasanya menggunakan tiang kayu untuk berlatih taijutsu, untuk memukul dan menendang. Sedangkan Tenten menggunakan tiang kayu itu untuk mengikat target-target yang dibawanya.

Dia menuju ke target-target itu, dengan cepat dan kuat menarik semua kunai dan shuriken yang tertanam satu persatu. Untuk sesaat, dia mengulangi gerakan itu pada setiap target, sambilm emenuhi otaknya dengan beberapa ide.

Dia tidak lagi berpikir untuk membeli senjata sebagai hadiah, kunai, atau yang lainnya. Rentetan pikirannya sudah mengeliminasi pilihan itu.

Masalahnya adalah, jika kalian bertanya pada Tenten, hadiah berupa senjata ninja apapun adalah sesuatu yangakan diterimanya dengan senang hati.

Jadi wajar, semua orang juga akan menebak kalau hadiahnya untuk pasangan itu adalah senjata ninja. Tidak ada yang aneh dengan itu.

Tapi, tunggu! Bukankah itu terlalu biasa dan mudah diprediksi?

Sejak tadi malam, karena suatu alasan, pikiran itu terus berputar di kepalanya. Ada sesuatu yang mengganggunya.

Apa yang mengganggunya? Kenyataannya,dia sudah tahu jawabannya.

“Pernikahan, huh… Itu adalah hal yan gbaik…”

Tenten menghembuskan nafas, bersandar di salah satu tiang. Tangannya bermain-main dengan salah satu koleksi kunainya.

Inilah yang mengganggunya. Naruto dan Hinata akan segera menikah. Itu adalah hari bahagia.

Tenten sendiri selalu memikirkan tentang kunai atau shuriken atau flying guillotines, jadi dia tidak pernah punya kekasih. Dia tidak pernah memikirkan hal-hal romantis atau kefemininan. Mendengar tentang seseorang yang dekat dengannya akan segera menikah tiba-tiba membuat pikiran yang mengganggu muncul di kepalanya dan tidak mau pergi:

Apa tidak apa-apa baginya menjadi seperti ini?

Dari pagi sampai malam, selalu saja senjata ninja, senjata ninja, senjata ninja… Apa tidak apa-apa bagi wanita muda untuk menjadi seperti itu?

Soal itu, perasaan yang disebut Tenten sebagai ‘cinta pada pandangan pertama’ adalah pada flying guillotines. Dia hanya perlu mendengar nama senjata itu sebelum memutuskan untuk menyukainya, dan kemudian membelinya. Tapi, baiklah, bagaimana tidak?

Dan yang paling disukainya belakangan ini adalah aksesoris pergelangan. Ada sebuah alat yang bisa kalian lingkarkan di pergelangan kalian, dan hanya dengan satu tarikan, keluarlah gulungan yang bisa men-summon senjata dalam sekejap. Alat itu sangat brilian. Kau bisa melakukan penyerangan kapan saja, dimana saja. Itu adalah teknologi canggih yang terbaru.

Tapi…apa tidak apa-apa baginya menjadi seperti itu?

Dia mengoleksi banyak sekali senjata ninja, dia bisa saja membuka tokonya sendiri kalau dia mau, tapi ntah kenapa dia selalu membeli kunai baru sebelum dia menyadari apa yang dilakukannya.

Kunai adalah senjata ninja yang sangat mendasar.Tenten memiliki perasaan yang sangat kuat pada mereka. Dia mengoleksi senjata umum maupun langka, tapi pada akhirnya, kunailah yang terbaik. Dia mengoleksi tipe kunai yang umum maupun yang langka.

Yah, tidak apa-apa, kan? Kau tidakakan pernah punya kunai yang terlalu banyak.

Pertama, ada beberapa kunai langka dengan ukiran. Dia tidak bisa membawa kunai-kunai itu dalam misinya. Itu adalah hasil kerajinan tangan. Akan lebih baik untuk menyimpannya sebagaipajangan dirumahnya. Tapi kemudian, karena kunai-kunai itu disimpan di rumah, dia perlu membeli beberapa kunai lagi untuk persediaan misi. Dan jika tiba-tiba dia kehabisan kunai, dia akan berada dalam masalah, jadi dia juga harus membeli banyak cadangan kunai. Dan kemudian, karena dia pergi membeli kunai, bukannya lebih baik dia membeli semua jenis kunai sekaligus untuk menghemat waktu…?

Itulah bagaimana akhirnya Tenten tanpa sadar memenuhi seluruh dinding rumahnya dengan koleksi kunainya.

Dia merasa sangat senang dengan itu. Dia menatap benda itu penuh rasa puas dan berpikir ‘baiklah, dalam misi besok aku akan dengan mudah mengenai target-targetku’.

Tapi… Apa tidak apa-apa…baginya menjadi seperti itu?

…Itu bukanlah ide yang bagus.

Jika dia menjadi seperti ini, dan memberikan custom-made kunai sebagai hadiah, maka tidak perlu diragukan lagi,semua orang pasti akan berkata:

“Kunai, lagi…?”

“Yah, itulah Tenten…”

“Tenten selalu saja soal kunai …”

Bayangan orang-orang mengatakan hal itu muncul di pikiran Tenten.

Itu membuatnya jengkel.

Aku bukan hanya wanita kunai. Aku juga punya flying guillotines, kautahu. Kau salah. Kunai bukan segalanya tentangku.

Tenten mulai mengasah kunai lainnya sambil merenung.

Jika dia bisa menemukan hadiah pernikahan selain custom-made kunai, sesuatu yang cocok dan elegan, maka…

“Ternyata kau tidak selalu soal kunai,ya…!”

“Wow, seperti Tenten yang kita duga!”

“Kau tahu, Tenten adalah orang yang memiliki selera yang bagus!”

Reaksi-reaksi itu pasti akan sangat bagus. Hadiah pernikahan seperti apa yang bisa membuatnya mendapat reaksi seperti itu?

Pernikahan itu tinggal beberapa hari lagi, jadi tentu saja dia harus pergi kemanapun untuk mencari hadiah yang bagus. Dari toko yang pernah dia datangi sebelumnya, sampai toko yang terlihat mewah, menurutnya dia harus kesana dan mencarinya.

“Ughh, tapi uangku terbatas…”

Flying guillotines harganya mahal. Tapi jika itu satu-satunya—dia tidak bisa membelinya.

‘Kalau kau ragu, belilah.’ Itulah aturan Tenten yang membuatnya bisa mengoleksi senjata yang sangat banyak.

“Baiklah…untuk menyimpulkan itu semua…” Tenten memejamkan matanya, dan mencoba menganalisa semua detail dikepalanya.

Jika berpikir realistis, pertama dia harus memikirkan budgetnya. Dia harus mengatur keuangannya jika dia mau membeli hadiah. Selanjutnya, karena dia ingin hadiah selaincustom-made kunai, dia harus memikirkan fitur dari custom-made kunai itu, dan memikirkan hadiah lain yang sebanding. Dengan begitu, Tenten menyimpulkan, dia telah memikirkan sesuatu yang bagus.

Kemudian, dalam kasus itu, yang membatasi pilihannya untuk hadiah pernikahan adalah…

Tenten membuka matanya dengan tenang.

“Sesuatu yang bisa kujangkau dengan budgetku yang terbatas. Sesuatu yang bisa mengekspresikan perasaan wanita muda. Sesuatu yang tidak digunakan untuk membunuh …”

Yaitu…!

“Aku tidak tahu apa itu!”

Itu tidak baik. Pikirannya berantakan. Dia bahkan tidak bisa mengerti apa yang dia coba katakan.

Kunai yang tanpa sadar diasahnya sekarang tampak tumpul namun mengkilat. Dia tidak berkonsentrasi dan tidak melakukan pekerjaannya dengan baik.

Pemikiran bahwa dia harus mengakui kalau dia adalah wanita tanpa kelebihan selain senjata ninja membuat Tenten merasa menyedihkan. Jika dia tidak melakukan sesuatu, maka dia akan…

Pasti ada yang bisa dilakukan, sesuatu yang lain, apa memang ada…?

Dan, saat itu juga—

“Tenteeeeen! Tenteeeeeeen!”

Dia mendengar seseorang memanggil namanya dari jauh. Orang itu terdengar semakin mendekat. Dia tahu siapa itu, bahkan sebelum dia bisa melihatnya. Satu-satunya orang yang mau berlari sambil berteriak-teriak sepagi ini hanyalah Lee.

Tapi ketika sosok Lee akhirnya mencapai tempat latihan itu, mata Tenten melebar melihat keadaannya.

“Tenteeeen!” Lee melambai antusias sambil berlari ke arahnya tersenyum. “Apa kau sudah menentukan hadiah pernikahannya?”

“Lee?!” Tenten terkejut. “Apa yang kau lakukan?!”

Tidak salah lagi, Lee berpakaian seperti wanita.

Seorang ibu rumah tangga, lebih tepatnya. Dia bahkan mengenakan apron yang melapisi pakaiannya. Dia tampak seperti ibu-ibu paruh baya yang baru pulang berbelanja.

Apa itu di wajahnya, apa dia mencoba berdandan? Bedak yang terlalu tebal—seluruh wajahnya terlihat pucat tidak wajar. Dan apakah polesan merah di bibirnya itu lipstik? Dia bahkan membuat alisnya lebih lebar—tidak, ternyata alisnya memang selebar itu.

Malah, penampilan yang mengejutkan itu yang membuat Tenten tidak mengerti.

Tidak ada yang aneh dengan rasa terkejut akan penampilan Lee. Jika itu bukan Tenten, tapi orang yang tidak mengenal Lee, mungkin mereka akan menjerit saat melihatnya.

Yang paling utama, untuk alasan tertentu, Lee membawa barbel di satu tangannya.

Semua sulit dimengerti. Dalam keadaan ini, semuanya terasa lebih menakutkan dibanding membingungkan.

“Ap-apa ini?! Apa yang kau-”

“Aku membeli ini untuk pengantin wanita dan Gai-sensei membelinya untuk pengantin pria!” Lee menjawab semangat, bahkan tubuhnya bergetar karena terlalu gembira. “Dan pakaianku kotor karena berlari, jadi aku rasa aku harus mendengarkan perkataan Gai-sensei dan lebih memikirkan soal pengantin wanita! Dan setelah melakukan ini, aku sangat yakin kalau barbel adalah pilihan yang tepat!”

“Kau memberikanku penjelasan tapi aku tidak mengerti sama sekali!” Balas Tenten.

Kenyataannya, dia menjadi semakin bingung.

Kenapa mengenakan pakaian wanita?

Kenapa barbel?

Itu adalah hal yang sangat aneh.

Lee mengangkat barbel itu dan mengatakan dengan ceria:

“Gai-sensei dan aku sudah memutuskan untuk memberikan barbel sebagai hadiah pernikahan! Tenten, apa yang akan kauberikan pada mereka?"

Segera saja, sesuatu dalam diri Tenten terasa lebih jelas.

Dia tidak mengerti, tapi dia juga mengerti. Dia tidak mengerti bagaimana Lee berakhir dengan mengenakan pakaian ibu rumah tangga, tapi dia mengerti bahwa Lee dan Gai tampaknya berniat untuk membawa barbel-barbel itu kepernikahan sebagai hadiah.

Dan pada momen itu, semua hal yang dikhawatirkannya tiba-tiba tampak sepele. Isi kepalanya terasa cerah, seperti ada kabut yang menghilang.

“Aku kesini untuk memastikan bahwa ide kami tidak sama denganmu,” jelas Lee, senyum mengembang di bibirnya yang dilapisi lipstik.

“Tidak, tidak sama sekali…” Tenten mencoba untuk memasang muka datar.

“Ah, begitu ya? Syukurlah! Baiklah kalau begitu, aku akan melanjutkan latihanku!”

“Dengan penampilan seperti itu?!”

Tenten gagal mempertahankan muka datarnya. Kalau sudah soal kekonyolan Gai dan Lee, itu adalah hal yang sangat sulit.

Dia memperhatikan Lee yang berlari keluar dari tempat latihan dengan energi yang sama saat dia datang.

Tenten meregangkan badan, dan mengerang.

Dan, dengan itu…

“Baiklaaaah, custom-made kunai jawabannya!”

Dia sudah tidak ragu lagi. Tenten merasa sangat percaya diri.

Kenapa dia perlu merasa cemas? Dibanding barbel, hadiahnya lebih istimewa.

Dia merasa lega.

Bagaimana pun, dia baik-baik saja sebagaimana dirinya.

“Baiklah kalau begitu, kembali kelatihan, latihan~”


*
KA!
KA!
KA!

Bunyi senjata mengenai targetnya yang terasa menyenangkan mulai terdengar lagi.


*
Tempat latihan biasanya. Target biasanya. Metode latihan biasanya.

Dan perasaannya yang seperti biasa.

Inilah kehidupan sehari-hari Tenten.



[Translator’s Note] :
Untuk yang bingung atau penasaran dengan flying guillotine, itu adalah sejenis senjata berbentuk bundar dan bergerigi, biasanya ada pegangan berupa tali atau rantai yang panjang. 
0 Komentar untuk "Konoha Hiden-Chapter 2 "Kehidupan Sehari-Harinya""

Back To Top