Judul Novel : (木ノ葉秘伝 祝言日和, Konoha Hiden: Shūgenbiyori)
The Perfect Day For A Wedding//Hari yang Sempurna untuk Sebuah Pernikahan
Penulis : Shō Hinata
Ilustrasi : Masashi Kishimoto
Translator : Cacatua (Eng), NR@Narutonian (Ind)
Konoha Hiden, Chapter 3-Bagian 1
-
Daging dan Uap
Api berpendar, berkelip, dan bergoyang ke kanan dan kiri.
Kenapa orang-orang selalu merasa tenang saat melihat api?
Rasa ingin tahu itu tiba-tiba melintas di kepala Nara Shikamaru.
Itu mungkinadalah sesuatu yang sudah dimulai sejak beberapa generasi lalu, saat orang-orang masih menanti munculnya peradaban. Pada masa itu, api selalu menjadi sesuatu yang menemani setiap orang.
Api dapat menerangi sekitar mereka dan menjauhkan kegelapan malam. Api melindungi manusia dari rasa dingin dan makhluk asing. Api juga digunakan sebagai sinyal, untuk menemukan lokasi temanmu, dan untuk menemukan jalan pulang.
Berabad-abad aktivitas itu menyatu dengan kehidupan manusia, dan tentu saja juga diteruskan pada kehidupan Shikamaru sendiri. Itulah kenapa, duduk di depan api yang hangat, Shikamaru merasakan ketenangan.
Perasaan itu diteruskan melalui ‘Tekad Api’ Konoha.
Dari orangtua ke anak. Dari anak ke cucu. Dari guru ke murid. Dari teman ke teman.
Perasaan muterikat satu sama lain. Terhubung.
Mungkin Tekad Api itu dimulai dari api kecil yang bisa dengan mudah dipadamkan.
Tapi hal itu tidak lenyap. Hingga kini, hal itu masih diteruskan, dari orang ke orang, dan masih berkobar terang.
Hubungan yang menjangkau seluruh generasi itulah yang menyebabkan api begitu menenangkan. Tidak peduli sudah berapa lama waktu berlalu, setiap sel di tubuh Shikamaru sudah ditandai dengan memori orang-orang yang ada sebelumnya, dan membuatnya merasa bahwa api adalah sesuatu yang menenangkan.
Orang-orang menggunakan api untuk memasak dan duduk mengitarinya, memandangi api sambil memakan makanan mereka. Sebelum mereka menyadari apa yang sedang terjadi, mereka sudah berkumpul mengitari api bersama orang-orang tersayang.
Dulu, dan sekarang, itu adalah pemandangan yang tidak pernah berubah, kenyataannya, saat ini, Shikamaru sedang duduk di depan api yang hangat dan makan bersama sahabatnya, Akimichi Chouji.
Mengobrol. Tertawa. Bunyi dentingan alat makan. Dan yang peling penting, bunyi desis daging yang sedang dimasak.
Yakiniku Q.
Tempat biasa Shikamaru dan yang lainnya.
Di restoran barbeque seperti ini, orang-orang biasanya mengira bahwa tempat sejenis ini hanya akan ramai pada malam hari, dan tidak pada waktu sibuk seperti siang hari. Yakiniku Q adalah pengecualian, selalu penuh dengan pelanggan baik siang ataupun malam. Daging yang dijual harganya murah, dan yang terpenting adalah berkualitas tinggi, jadi restoran itu sangat populer.
Dan itu artinya saat ini, tepat saat jam makan siang, Yakiniku Q tidak ada bedanya dengan medan perang.
Panggilan pesanan datang dari semua penjuru tempat duduk, pesanan seperti bir atau teh ulong atau alat makan bertemu dengan pelayan restoran yang sibuk. Mereka dengan cepat berkeliling ke seluruh pelanggan. Tempat itu sangat ramai.
Shikamaru menonton kegiatan para pelayan itu dari sudut matanya sambil meletakkan sepotong daging ke panggangan.
Warna merah pekat daging itu hampir bersinar, lemaknya berkilau bak mutiara. Menandakan bahwa daging itu segar. Bunyi desis yang menggiurkan terdengar berpadu dengan aroma daging yang lezat di restoran itu.
Shikamarudan Chouji sudah memutuskan untuk makan siang di tempat itu.
Keputusan itu disepakati beberapa saat yang lalu.
Shikamaru sedang keluar untuk pergi berbelanja, dan bertemu Chouji di perjalanan. Mereka kemudian mengobrol.
Kemudian Chouji berkata, “Sebentar lagi waktu makan siang, bagaimana kalau makan beberapa daging bersama?” dan disinilah mereka, di tempat hangout mereka biasanya,YakinikuQ.
Shikamaru memasuki kedai itu dengan niat mampir sebentar, seperti yang orang-orang biasa lakukan di kedai teh, tapi Chouji selalu melakukan ini.
'Beberapa daging’ katanya– mana mungkin! Chouji tidak pernah duduk tanpa niat untuk makan sebanyak yang dia bisa.
Potongan daging di atas panggangan Shikamaru sudah hampir matang dan juicy. Dia mengulurkan sumpit dan membaliknya. Bagian yang dibaliknya sudah terpanggang dengan sempurna.
Jika daging dipanggang terlalu lama, maka akan menjadi alot. Kalian harus memperhatikannya untuk memastikan daging itu tidak terlalu matang.
Sebagian besar orang membiarkan daging mereka dimasak dalam jangka waktu yang ditentukan insting mereka, tapi hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa kebanyakan orang akhirnya memasak dagingnya terlalu lama.
…Atau paling tidak, itulah yang Chouji katakan pada Shikamaru saat mereka mengobrol.
Chouji sendiri, saat mengkritik orang-orang yang memasak daging terlalu lama, memakan potongan daging yang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda matang.
Chouji mempunyai kecenderungan untuk memakan daging saat masih terlalu mentah untuk dimakan. Shikamaru berpikir kalau lebih baik memanggangnya sedikit lagi.
Potongan dagingnya di panggangan sudah hampir matang. Tepat saat Shikamaru hampir menjangkaunya dengan sumpit, dagingnya direbut tepat di depan matanya.
Chouji. Diamengambil potongan itu dan melahapnya dengan suara puas.
“Itukan…dagingku…”
“Huh? Ohhhh, maaf Shikamaru. Aku melihatnya sudah siap dimakan, dan sebelum aku menyadarinya, tanganku langsung…” Chouji tampak merasa bersalah saat menyadari bahwa dia mengambil daging yang salah.
“Ah iya, tidak apa-apa. Lagipula, masih banyak daging yang bisa dimakan.”
Setelah itu. Shikamaru meletakkan potongan daging lainnya ke atas panggangan. Dia kembali melihat Chouji dengan senyum lebar, dan berkata:
“Lagipula ,lebih baik kau memakannya daripada daging itu gosong, kan?”
Chouji memberikan cengirannya pada temannya, dan kembali fokus mengunyah daging jarahannya, juga menambahkan nasi ke mulutnya.
“Daging ini enak sekali.” Dia bergumam sambil mengunyah.
Shikamaru memandangnya, memikirkan apa Chouji mengerti kalau komentarnya bukan di saat yang tepat.
“Memasak dengan panggangan arang itu sangat sulit untuk pemula.” Lanjut Chouji. “Jadi kalau untuk memasak sekaligus makan, panggangan gas lah yang terbaik. Mereka memilih metode yang sangat bagus untuk memasak daging yang enak.”
Yup, Chouji benar-benar tidak menyadari apa-apa. Komentarnya hanya tentang bagaimana metode memasak daging yang baik.
Sambil Chouji berbicara, dia juga terus melahap nasinya. Ya ampun, kalau keadaannya seperti ini, mangkuknya akan segera kosong.
Shikamaru melambai ke pelayan yang berada di tengah keramaian pengunjung dan memesan nasi tambahan.
Hal yang menarik dari nafsu makan Chouji yang luar biasa itu adalah karena pemandangan Chouji yang sedang makan itu enak dilihat. Melihat dia makan ntah kenapa membuat Shikamaru juga merasa kenyang, meskipun dia tidak makan banyak, dan meskipun dagingnya sendiri dicuri tepat di depan matanya.
Karena inilah Shikamaru ikut campur tangan tanpa alasan untuk memastikan Chouji makan dengan baik. Pada akhirnya, dia memberikan potongan daging keduanya yang dia letakkan di pemanggang pada Chouji.
Chouji memegang sumpitnya dengan kemampuan yang menakutkan, daging itu menghilang dalam satu kedipan mata. Satu per satu, deretan daging setengah matang semuanya menghilang ke dalam mulut Chouji.
Chouji tampak sangat bahagia setelah makan begitu banyak daging. Dan yang lebih lagi,ntah kenapa belakangan ini dia mulai terlihat berwibawa saat makan.
Daging, nasi, daging, nasi, daging, nasi, daging, daging, daging… Chouji terus makan tanpa berhenti, dan Shikamaru menonton pertunjukan itu, dia menyimpulkan bahwa yang membuat Chouji terlihat berwibawa adalah jenggotnya.
Belakangan ini, penampilan keseluruhan Chouji sedikit berubah.
Hal yang pertamakali tertangkap oleh mata orang lain adalah jenggotnya. Jenggotnya tidak tumbuh terlalu panjang, tapi dibuat pendek dan tertata rapi. Bukan itu saja. Rambut Chouji juga dipotong lebih pendek, dan disisir rapi ke belakang. Itu memberikan kesan bersih, rapi, dan tertata pada penampilannya.
Tidak diragukan lagi. Itu karena jenggotnya. Ketika kau memadukannya dengan rambut dan perubahan penampilannya yang lain, maka Chouji terlihat seperti orang dewasa yang dihormati, bahkan bagi Shikamaru yang sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Itulah kenapa ada kesan berwibawa yang tampak pada Chouji meskipun saat dia makan.
“Mungkin aku juga harus menumbuhkan jenggot…” Gumam Shikamaru sambil menyenderkan punggungnya di kursi.
“Eh? Kenapa kau mau melakukan itu?” Chouji mendongak sesaat dari aktivitas makannya yang gila-gilaan.
Meskipun tampaknya dia asyik dengan makanannya, Chouji selalu mendengar dengan seksama apa yang Shikamaru katakan. Shikamaru menyadari itu, dan terus berbicara,
“Tidak sepertimu, aku tampaknya tidak berubah sama sekali sejak masih anak-anak, yakan?” Shikamaru menyentuh rambut berkuncir ponytail di kepalanya.
Shikamaru selalu membiarkan rambutnya seperti ini, sejak masih anak-anak. Sebuah ikatan model ponytail yang sederhana, rambutnya yang panjang dikumpulkan dan diikat di atas kepalanya. Bukannya dia berniat menjaga rambutnya agar tetap seperti itu atau apa. Hanya saja untuk orang yang bersifat pemalas seperti Shikamaru, inilah cara yang paling mudah untuk berurusan dengan rambutnya.
Jika kalian mengatakan memang dia berniat melakukan sesuatu, maka mungkin itu adalah bagaimana dia berniat untuk berpakaian dan mengurus rambutnya sesederhana mungkin.
Tapi, bukan berarti dia begitu berniat membuat segala hal menjadi mudah hingga akhir, atau apapun yang sejenis itu. Jadi kalian tidak bisa benar-benar mengatakan bahwa dia berniat untuk menjadikan segalanya mudah. Hanya saja dia begitu karena dia tidak terlalu peduli.
Shikamaru tidak mengerti orang-orang yang melakukan segala hal untuk mengubah penampilannya, orang-orang yang punya banyak masalah dalam memilih pakaian mereka. Menurutnya pakaian yang terbaik adalah pakaian yang bisa dikenakan dimana saja, kapan saja, pakaian yang membuatmu nyaman saat memandang awan ataupun tidur siang.
Saat dia masih kecil, Shikamaru sering berpikir ‘kalau aku adalah awan, aku akan menghabiskan hariku dengan duduk di depan api unggun dan melihat api’.
Anak seperti itu adalah anak yang sangat berbeda dari anak-anak yang peduli tentang apa yang dunia maupun masyarakat pikirkan tentangnya. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan kalau dia tidak terlalu memperhatikan urusan rambut atau pakaian.
Tapi melihat sahabat lamanya itu tiba-tiba terlihat seperti orang dewasa yang dihormati membuat Shikamaru berpikir.
Shikamaru sudah menjadi chuunin di usia yang cukup muda, dan juga ikut terlibat dengan banyak pekerjaan yang berhubungan dengan administrasi desa. Contohnya, dia menjadi pengawas ujian chuunin, dan itu membuatnya harus menghadiri banyak rapat, antar desa maupun sebaliknya, dan dalam setiap rapat itu tidak heran jika dia dikelilingi banyak orang yang lebih tua darinya.
Karena dia mendapatkan tugas seperti itu, Shikamaru sering berpikir pada dirinya ‘lihat persoalan ini layaknya orang dewasa’ atau ‘bersikap tenanglah layaknya orang dewasa’ atau ‘kau harus memperhatikan sikapmu layaknya orang dewasa’.
Shikamaru sudah menguasai setiap karakteristik yang terkait dengan ‘bersikap layaknya orang dewasa’, tapi saat ini tiba-tiba hal itu membuatnya membandingkan dirinya, yang tidak terlihat berubah sedikitpun sejak masih muda, dengan tampilan dewasa Chouji yang berada di depannya.
Dan hasilnya adalah komentar Shikamaru mengenai jenggot.
“Orang-orang selalu bilang ‘kau tidak berubah sama sekali, ya’ saat mereka melihatku…” Gerutu Shikamaru sambil makan.
Chouji mendongak dan memiringkan kepalanya bingung.
“Tapi, saat mereka mengatakannya, mungkin yang mereka maksud itu rambutmu, kan?” Chouji berhenti sejenak, melihat ke piringnya yang kosong. “Ah, oba-chan, tolong satu porsi lagi ya!”
Setelah memesan pesanannya, Chouji mengelap mulutnya, dan kembali melihat Shikamaru.” Jika kau bertanya padaku, kau sudah banyak berubah dibanding dulu.”
“Benarkah?”Tanya Shikamaru. “Apa aku terlihat seperti orang dewasa?”
“Yeah. Mungkin karena kau terlibat dalam banyak pertemuan Persatuan Shinobi. Dibanding dengan kau yang dulu, wajahmu sudah sangat berubah. Kau terlihat lebih tenang dan cekatan sekarang. Aku yang mengatakannya, jadi tidak mungkin salah.”
Chouji memberikannya persetujuan besar.
“Ah, sekarang karena kau mengatakannya, banyak orang yang bilang kalau aku terlihat seperti ayahku.”
Mungkin Shikamaru sendiri tidak menyadarinya karena dia melihat wajahnya di cermin setiap hari.
Tapi tetap saja, dia terus berpikir bahwa jika dia memiliki jenggot, maka dia akanterlihat lebih berwibawa…
Shikamaru meletakkan tangannya pada dagunya yang licin dan terus berpikir mengenai hal tersebut. Sambil Shikamaru melakukan hal itu, pesanan daging Chouji tiba.
Sebuah piring besar, tapi kebanyakan orang akan kaget jika mendengar itu bukan untuk mereka berdua. Lupakan untuk mereka berdua, itu adalah pesanan yang hampir tidak cukup untuk Chouji. Itu juga biasanya membuat orang-orang terkejut. Tapi, baik pelayan maupun pelanggan setia disana sudah terbiasa dengan kebiasaan makan Chouji, jadi tidak ada yang akan terkejut.
Saat kita kesini pertama kali, kita juga memesan porsi besar ini, iya kan…
Pikiran Shikamaru kembali pada masa-masa dimana mereka baru saja menjadi genin.
Timnya merayakan misi pertama mereka yang berjalan dengan lancar.
Dan setelah itu, setelah pulang dari setiap misi, mereka sering mendatangi restoran ini.
Mereka berempat akan makan di tempat duduk ini, dan Shikamaru akan duduk persis ditempat yang didudukinya sekarang.
~
Chouji diteriaki oleh teman satu timnya Ino.
“Hey?!” Teriaknya,”Chouji, kau makan dagingku!”
“Diamlah…” Gerutu Shikamaru pada suara berisik Ino.
Yang dilakukannya salah. Ino langsung melotot padanya. “Apa maksudmu diam? Itu dagingku! Lalu apa tadi kau bilang kau mau memasak dagingnya?”
Sekarang dialah yang jadi target. Ini memalukan.
“Apa ini?” Komplain Shikamaru berbisik, meletakkan daging ke panggangan. “Kenapa aku yang selalu memasak semuanya lagi? Ugh, merepotkan…”
Kenapa kebanyakan perempuan itu pemaksa? Shikamaru memikirkan itu sambil membalikkan daging panggangan.
Untuk memulainya, ada wanita yang paling dekat dengannya: ibunya. Dia lebih pemaksa dibanding wanita normal, bisa dibilang dia abnormal.
Apa memangnya yang membuat ayahnya mau meilirik wanita yang begitu menakutkan dan berpikir ‘aku akan menikahinya’? Shikamaru benar-benar tidak bisa mengerti.
“Ini sudah cukup, kan?”
Dagingnya sebentar lagi matang. Saat Shikamaru berkomentar, Ino menggapai daging itu dengan sumpitnya, tampak ada hawa puas di sekitarnya.
Tapi daging itu tiba-tiba menghilang.
Itu bukan fenomena supernatural. Itu adalah Chouji. Ino menurunkan sumpitnya dan mulai berteriak.
“Sengaja, kan?!” Teriaknya, “Kau melakukan ini dengan sengaja!”
“Huh- Aku hanya- aku melihat dagingnya, jadi…”Chouji tergagap.
“Jangan pikir kau bisa keluar dari masalah ini dengan komentar tidak jelasmu!”
Ino menarik kerah Chouji, masih berteriak. Limbung, Chouji masih tidak melepaskan mangkuk ataupun sumpitnya. Shikamaru menggerutu karena dia harus memanggang daging lagi, dan mulai meletakkan beberapa daging ke panggangan.
Itu adalah pemandangan biasa bagi timnya. Dan kemudian…
Ada seseorang yang memperhatikan mereka bertiga dengan senang.
Asuma.
~
Shikamaru kembali ke masa yang sekarang, dan melihat tempat yang biasa Asuma duduki.
Shikamaru ,Chouji, Ino, dan Asuma. Mereka berempat biasa datang ke restoran ini setiap selesai misi, dan berkumpul di meja ini.
Dulu, Shikamaru berpikir bahwa hidup akan terus berjalan seperti itu.
Konyol rasanya untuk membayangkan semua orang hidup dalam masa muda yang konstan, tapi ntah kenapa, masa lalu Shikamaru masih berpikir seperti itu. Dia tidak bisa membayangkan seperti apa dia nanti saat dewasa.
Tapi terlepas dari semua itu, waktu telah berlalu.
Ino sudah menjadi lebih feminin. Selera makan Chouji tidak berubah, tapi dia memiliki jenggot. Bahkan Shikamaru sudah berubah sebelum dia menyadarinya. Dan Asuma…sudah tidak ada disini lagi.
Mereka berempat tidak bisa bersama-sama lagi.
Restoran ini,tempat duduk ini, semuanya tertanam memori saat-saat bahagia yang tidak bisa Shikamaru ulang kembali.
Karena Shikamaru tidak mau melupakan memori-memori itu maka Shikamaru tetap mengunjungi restoran ini, hingga sekarang.
Saat Shikamaru dikelilingi aroma daging panggang yang familiar, dia bisa terjatuh ke dalam halusinasi dimana ketika aroma tembakau juga sedang mengelilinginya.
Asuma sudah menjadi orang dewasa.
Jenggotnya selalu beraroma tembakau dari rokok yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak peduli apapun situasinya, dia selalu bersikap tenang. Tenang dan lembut.
Asuma sudah sering berkelana di masa mudanya, jadi dia punya banyak pengetahuan, dan kemampuannya sebagai shinobi bahkan lebih baik. Dia seperti seorang ayah, dan seperti seorang kakak. Dia selalu menraktir Shikamaru dan timnya makan daging.
Kalau dipikir-pikir, Asuma selalu perlahan berubah pucat melihat nafsu makan Chouji yang luar biasa, dan dengan panik memeriksa dompetnya untuk memastikan uangnya cukup.
Sekarang, Shikamaru dan yang lainnya membayar makanan mereka sendiri, dengan uang yang diperoleh sendiri.
Shikamaru berandai-andai apakah dia bisa menjadi orang dewasa seperti Asuma walaupun sedikit.
Shikamaru mengambil menu, membalik halamannya dan menghitung berapa banyak tagihan yang harus dibayarnya dan Chouji. Akan terlalu mahal jika dia menraktirnya. Jika dia membagi tagihannya, maka dia bisa menjangkaunya.
Ya ampun, aku harus makan lebih banyak lagi selagi sempat…
Shikamaru melirik kecepatan makan Chouji yang ganas, dan meraih beberapa daging untuk dirinya sendiri.
“…nyam, nyam, nyam…Obachan, aku pesan lagi!” Teriak Chouji, mulutnya penuh dengan nyam—tidak, er, daging sapi.
Chouji akhirnya berhenti makan, untuk beberapa saat paling tidak. Dia tampak puas, menenggak secangkir teh ulong sekaligus. Ketika dia yakin Chouji sudah mulai bernapas lagi, Shikamaru berbicara.
“Jadi, soal yang kita bicarakan sebelumnya, apa yang akan kau lakukan?”
“Huh? Dessert?”
Kita tidak sekalipun membicarakan soal dessert, Chouji.
“…mengena ihadiah pernikahan Naruto dan Hinata.”
“Ohh, yeah,itu.”
Shikamaru menghela napas. Apa Chouji lupa?
Awalnya, Shikamaru sedang keluar dengan niat untuk membeli hadiah pernikahan. Ia kemudian bertemu Chouji di jalan, dan kemudian mereka mengobrol mengenai apa yang harus mereka berikan.
Shikamaru masih belum menentukan apa yang harus diberikan sebagai hadiah. Bagaimanapun, dia harus memikirkan sesuatu yang Naruto dan Hinata akan sukai, dan dia merasa blank.
Shikamaru bukan hanya tidak berpengalaman dalam hadiah pernikahan, dia asing dalam masalah perhadiahan.
Dalam kasus itu, yang terbaik baginya adalah berbicara pada seseorang yang tidak sembarangan dalam menentukan hal seperti ini. Dan saat dia akan menentukan hadiah, yang terbaik adalah menanyakan pendapat wanita. Jadi, Shikamaru pergi mengunjungi Ino.
Toko Bunga Yamanaka. Itu adalah nama toko milik keluarga Ino.
Saat Shikamaru berbicara padanya mengenai masalah itu, Ino langsung membanggakan dirinya yang sudah menentukan hadiahnya. Seperti yang diharapkan dari Ino. Dia itu sangat update kalau sudah soal tren dan fashion terkini.
Seperti yang diharapkan dari timku, pikir Shikamaru, dan merasa lega.
“Kalau begitu, sepertinya tidak apa-apa kalau aku membeli sesuatu dari toko yang sama denganmu.” Ucapnya pada Ino. “Bisa kau beritahu dimana toko itu?”
“Eh? Kau tidak boleh mengikutiku. Lupakan itu.”
Dan demikianlah, meskipun mereka adalah teman yang menghadapi pertempuran maut bersama, Shikamaru langsung ditinggalkan.
Setelah itu…
“Aku menyerah…” Shikamaru menggerutu sambil terus berjalan, melakukan survey di beberapa toko. Dia bertemu Chouji di perempatan, dan akhirnya disinilah dia, di Yakiniku Q.
Tapi tampaknya Chouji sudah melupakan seluruh masalah itu akibat keranjingan daging. Bahkan sekarang, dia sedang memakan eskrim. Kapan Chouji memesan eskrim? Shikamaru tidak mencoba untuk menebaknya. Ada banyak hal dari Chouji yang tidak bisa dipahami.
Sejujurnya, kalau sudah soal topik mencari hadiah pernikahan, pendapat Chouji mungkin tidak semeyakinkan Ino.
Akan tetapi, saat Shikamaru merasa khawatir akan hadiah pernikahan itu, Chouji santai-santai saja.
“Sebenarnya, aku kurang lebih sudah menentukan…”
Respon Chouji tidak terprediksi hingga Shikamaru terlonjak di tempat duduknya.
“Kau benar-benar sudah menentukannya?! Apa yang akan kau berikan?”
“Yeah.” Ucap Chouji, mengeluarkan selembar tipis kertas berbentuk segiempat. “Aku berpikir untuk memberikan ini pada mereka.”
Chouji meletakkan benda itu di atas mejanya, dan Shikamaru mengambilnya agar kertas itu tidak basah.
“Ini…”
Shikamaru tidak mempercayai matanya. Ini adalah voucher makan di salah satu restoran Ryotei termahal di Konoha.
“Dewasa muda seperti kita tidak biasa pergi ke tempat seperti itu,” Ucap Chouji, tersenyum lebar. “Tapi karena itu adalah hadiah pernikahan, itu akan bekerja.”
Tepat seperti yang Chouji katakan. Restoran ini sangat formal dan sangat mahal, begitu banyak dewasa muda yang tidak biasa pergi kesana. Tapi, voucher untuk makan disana, sebagai hadiah pernikahan, itu sangat brilian.
Adalah sebuah kesempatan bagi pasangan itu untuk pergi ke suatu tempat yang tidak biasa mereka kunjungi, dan itu adalah hadiah pernikahan yang akan mereka nikmati. Tidak akan ada lagi hadiah pernikahan yang sehebat ini.
Tapi, meskipun itu adalah hadiah pernikahan yang menakjubkan, bagaimana mungkin Chouji dengan mudah melepaskan voucher makan di tempat berkelas seperti itu?
Chouji, apa kau benar-benar pria yang sama dengan yang kukenal? Kau benar-benar jauh lebih dewasa dari yang kukira.
Shikamaru memandangi voucher elegan di tangannya itu, kemudian melirik wajah Chouji yangs edang bahagia menikmati eskrimnya. Dia tercengang.
Chouji terus memakan eskrimnya tanpa menyadari tatapan temannya. Secepat kilat, dia memulai mangkuk keduanya.
“Plus, itu datang pada waktu yang tepat,” Ucap Chouji sambil menjilat. “Itu untuk makan bertiga…”
Awalnya, Shikamaru tidak mengerti maksud dibalik apa yang Chouji katakan. Sesaat berlalu, dan dia memahaminya. Keringat muncul di dahi Shikamaru.
“Kau tidak mungkin…” Shikamaru bertanya dengan lembut, merasa terkejut karena alasan yang sangat berbeda. “Kau tidak akan…makan…bersama mereka…?”
Chouji mendongak dari eskrimnya dengan tawa yang keras. “Tidak mungkin. Kalau memang itu aku, aku tidak akan mengganggu acara makan pasangan yang baru menikah.”
“B-benar…yeah, itu akan terasa….”
“Aku akan meminta pada pemiliknya, dan makan di meja yang terpisah.”
“…Serius?”
Tanpa berpikir, Shikamaru mendongak ke langit-langit. Kipas disana terus berputar tanpa henti seperti biasanya.
-
Kipas dilangit-langit itu terus berputar dalam diam. Chouji, terus memakan eskrimnya penuh semangat dalam diam.
Tidak terasa, jam makan siang sudah berlalu, dan pelanggan restoran mulai berkurang. Kedamaian mulai kembali ke Yakiniku Q.
Mendengarkan suara samar kipas angin di kedai yang sunyi, Shikamaru kembali mengkhawatirkan dirinya sendiri.
Voucher makan gratis di tempat berkelas.
Itu adalah hadiah yang telah dipersiapkan Chouji. Hadiah itu tidak memiliki sisi buruk.
Tapi…
Meskipun mungkin itu adalah hadiah yang tidak memiliki sisi buruk, tapi kenapa harus untuk tiga orang? Restoran Ryotei itu harusnya sudah memikirkan seberapa sering pasangan datang ke tempat itu, berkencan tanpa gangguan. Apa ryotei itu tidak berpikir? Jika itu untuk tiga orang, maka tentu saja akhirnya Chouji akan pergi…!
Shikamaru dalam hati mengkritik peraturan restoran yang belum pernah didatanginya dengan muka masam.
Pikirannya membayangkan Naruto dan Hinata berpakaian rapi untuk kesempatan makan di restoran ryotei berkelas itu.
Dan, kemudian, di kursi di belakang mereka. Chouji. Memesan porsi ke-duanya sambil memperhatikan mereka berdua.
…apa itu tidak apa-apa…?
Tidak, saat ini, Chouji baik-baik saja seperti biasanya. Bagiamanapun, itu adalah hadiah yang ‘sangat Chouji’. Saat ini, masalah yang lebih besar adalah Shikamau sendiri, yang masih belum bisa memikirkan apapun. Dia telah mengerahkan seluruh proses berpikirnya untuk mendapatkan ide.
Shikamaru meluruskan duduknya dan perlahan memejamkan matanya.
Kapanpun Shikamaru berpikir keras tentang sesuatu—contohnya, langkah selanjutnya dalam permainan favoritnya shougi, atau strategi yang rumit di tengah misi—dia memiliki kebiasaan duduk dengan cara tertentu saat berpikir. Dia tidak melakukan posisi itu dengan maksud tertentu. Itu adalah posisi yang terbaik baginya untuk berpikir.
Maka dari itu, tidak akan ada yang mengira bahwa Shikamaru akhirnya melakukan posisi berpikirnya di tengah Yakiniku Q. Dia sendiri tidak mengira akan menjadi seperti ini.
Shikamaru mengumpulkan pikiran di kepalanya. Sesuatu yang cocok sebagai hadiah pernikahan…beberapa kemungkinan dan pilihan mengambang di pikirannya.
Pertama, hadiah itu haruslah sesuatu yang praktis dan berguna. Peralatan dapur, atau peralatan masak. Hadiah yang bagus adalah sesuatu yang belum dimiliki pasanganitu.
Peralatan makan belakangan ini populer, kan? Mangkuk yang matching untuk pasangan itu merupakan sebuah pilihan yang mungkin.
Jam tangan mungkin, atau juga figura foto untuk foto pernikahan. Hadiah yang memenuhi standar. Hadiah yang dapat menjadi memori yang indah dalam pernikahan itu sangat baik. Tapi hadiah-hadiah itu juga harus menjadi hal yang menarik bagi keduanya.
Bagaimanapun, dia tidak boleh memberikan hadiah yang sama dengan orang lain. Lagipula, Ino sudah marah bahkan jika Shikamaru mencari hadiah di toko yang sama, jadi memberikan hadiah yang sama dengan orang lain secara logika tidak baik.
Pernikahannya sebentar lagi, jadi mungkin buket besar bisa menjadi hadiah? Itu adalah hadiah yang paling sesuai sebagai hadiah pernikahan.
Ada juga pilihan dengan memberikan mereka makanan. Bahan-bahan berkualitas, seperti kue-kue atau teh, yang seperti itu akan mereka terima dengan senang hati, kan? Tapi itu tampaknya akan jadi sejenis dengan hadiah voucher makan Chouji.
Tapi tidak, sejujurnya akan tidak apa-apa jika dia akhirnya memberikan mereka voucher seperti Chouji, ya kan? Dia bisa mendapatkan voucher dari pusat perbelanjaan. Dia hanya perlu membeli barang-barang yang dia suka, dan kemudian akan menjadi mudah untuk memilih barang yang disukainya… Tapi kemudian bagaimana dia bisa membayar itu semua untuk mendapatkan voucher itu… Uang adalah…uang…
Shikamaru perlahan membuka matanya. Chouji masih menikmati eskrimnya.
Apa yang harus dilakukan…
Pada akhirnya, satu kata muncul secara pragmatis di pikirannya: uang.
Itu adalah sudut fokus yang bagus. Daripada membeli barang yang tidak bisa mereka gunakan, atau sesuatu yang sejenis dengan hadiah orang lain, jauh lebih baik jika memberikan mereka uang untuk membeli apapun yang mereka suka.
Tapi kemudian, dia berpikir bagaimana nanti ketika semua orang memberikan Naruto dan Hinata hadiah, dan Shikamaru hanya mengatakan ‘ini untuk kalian’ dengan seamplop uang.
Karena itu aku, maka mereka akan berpikir kalau aku merasa bahwa belanja itu terlalu merepotkan, dan terpaksa memberikan uang karena kemalasanku, iya kan…?
Dia mengkhawatirkan kemungkinan itu.
Di kenyataannya, tampaknya tidak akan ada yang berpikir seperti itu. Tapi jujur, memberikan uang adalah pilihan hadiah yang sangat membosankan. Itu terasa seperti tidak tulus.
Sebenarnya tidak apa-apa jika memberikan hadiah seperti itu pada orang yang tidak terlalu kukenal, tapi jika pada mereka…apa tidak apa-apa?
Shikamaru masih merasa khawatir tanpa henti. Sama, Chouji masih terus makan tanpa henti.
“Kau makan banyak sekali.” Shikamaru tiba-tiba menyadari jumlah mangkuk yang tidak terhingga yang menumpuk di depan Chouji. “Kau tidak merasa kedinginan sama sekali?”
“Rasanya nikmat dan dingin setelah memakan semua barbeque panas itu. Plus, aku adala hjenis orang yang akan melakukan perjalanan ke Negeri Es dan masih akan membeli eskrim untuk kumakan. Nafsu makanku tidak hilang karena dingin. ”Chouji tersenyum lebar pada temannya, dan saat dia menyelesaikan mangkuknya sekarang, akhirnya terlihat kenyang. “Gochisousama*.”
Tunggu. Tunggu sebentar. Sekarang. Baru sekarang, sesuatu muncul di kepala Shikamaru.
“Chouji…apa yang kau katakan barusan?”
“Huh? Eh, aku bilang gochisousama…”
“Tidak, sebelum itu. Soal perjalanan ke Negeri Salju.”
“Ah, yeah, aku bilang aku akan tetap makan eskrim meskipun aku sedang melakukan perjalanan di Negeri Salju. Tapi kau tahu kan kalau aku cuma memberi contoh?”
“Itu dia.” Shikamaru terlihat gembira sambil menunjuk Chouji. “Perjalanan. Sebuah perjalanan. Itu bagus, kan? Perjalanan untuk bulan madu mereka…!”
*
Shikamaru dan Chouji meninggalkan Yakiniku Q tanpa menentukan tujuan berikutnya di pikiran mereka. Mereka hanya berjalan tanpa tujuan. Tidak masalah jika mereka punya tujuan atau tidak. Shikamaru akhirnya terbebas dari kekhawatirannya.
“Aku mengerti, kau akan memberikan Hinata dan Naruto hadiah berupa perjalanan bulan madu, kan?”
“Yeah, Chouji. Berkatmu, aku akhirnya menemukan ide yang bagus.”
Sekarang, yang perlu Shikamaru lakukan adalah menentukan tujuannya. Kemudian pergi kesana dan memastikan semuanya berkualitas bagus.
Ah. Dia harus meminta pendapat wanita lagi, ya?
Dimana dia bisa menemukan Ino? Menurut yang dikatakannya saat Shikamaru mengunjunginya sebelumnya, dia mungkin sedang di jalan untuk membeli hadiah pernikahan…
Sambil dia dan Chouji berjalan, Shikamaru mulai melirik ke arah pertokoan.
“Apa kau mencari seseorang, Shikamaru? Aku bisa membantu.”
“Yeah, aku butuh pendapat wanita. Ino bisa melakukannya jika dia di sekitar sini.”
Tetapi, Konoha itu sangat luas.
Pertemuan Shikamaru dan Chouji saat sedang berjalan-jalan tanpa tujuan yang sama adalah suatu kebetulan. Jika mereka sekarang bisa bertemu dengan Ino, maka itu adalah suatu kebetulan dari semua kebetulan bagi seluruh anggota Tim 10, Ino-Shika-Chou bertemu di satu titik.
Kemungkinan mereka bertemu satu sama lain tanpa komunikasi sebelumnya adalah hampir nol. Bahkan jika ada pertemuan yang kebetulan dalam sebuah film atau cerita fiksi, penonton pasti akan sangat mengkritiknya, mengatakan bahwa itu adalah kebetulan yang tidak mungkin.
Tepat saat Shikamaru memikirkan itu, Chouji berbisik.
“Oh, lihat siapa disana.”
“Kau bercanda, kan?!” Suara Shikamaru meninggi dan histeris karena terkejut.
Kenyataan adalah sesuatu yang luar biasa. Kebetulan yang tidak disangka yang tampaknya hanya ada di novel, seperti pertemuan teman satu tim, selalu terjadi.
Akan tetapi, pemandangan yang menyapa Shikamaru setelah berteriak terkejut adalah sebuah kebetulan yang akan membuatnya lebih terpesona.
…
(Bersambung ke bagian dua)
[Translator’sNote]:
*Gochisousama adalah frase yang diucapkan setelah makan, artinya ‘terima kasih untuk makanannya’. Itu adalah hal yang sopan untuk dikatakan setelah selesai makan. Tapi ini artinya bukan Chouji berterimakasih pada Shikamaru atas makanannya.
-
Daging dan Uap
Api berpendar, berkelip, dan bergoyang ke kanan dan kiri.
Kenapa orang-orang selalu merasa tenang saat melihat api?
Rasa ingin tahu itu tiba-tiba melintas di kepala Nara Shikamaru.
Itu mungkinadalah sesuatu yang sudah dimulai sejak beberapa generasi lalu, saat orang-orang masih menanti munculnya peradaban. Pada masa itu, api selalu menjadi sesuatu yang menemani setiap orang.
Api dapat menerangi sekitar mereka dan menjauhkan kegelapan malam. Api melindungi manusia dari rasa dingin dan makhluk asing. Api juga digunakan sebagai sinyal, untuk menemukan lokasi temanmu, dan untuk menemukan jalan pulang.
Berabad-abad aktivitas itu menyatu dengan kehidupan manusia, dan tentu saja juga diteruskan pada kehidupan Shikamaru sendiri. Itulah kenapa, duduk di depan api yang hangat, Shikamaru merasakan ketenangan.
Perasaan itu diteruskan melalui ‘Tekad Api’ Konoha.
Dari orangtua ke anak. Dari anak ke cucu. Dari guru ke murid. Dari teman ke teman.
Perasaan muterikat satu sama lain. Terhubung.
Mungkin Tekad Api itu dimulai dari api kecil yang bisa dengan mudah dipadamkan.
Tapi hal itu tidak lenyap. Hingga kini, hal itu masih diteruskan, dari orang ke orang, dan masih berkobar terang.
Hubungan yang menjangkau seluruh generasi itulah yang menyebabkan api begitu menenangkan. Tidak peduli sudah berapa lama waktu berlalu, setiap sel di tubuh Shikamaru sudah ditandai dengan memori orang-orang yang ada sebelumnya, dan membuatnya merasa bahwa api adalah sesuatu yang menenangkan.
Orang-orang menggunakan api untuk memasak dan duduk mengitarinya, memandangi api sambil memakan makanan mereka. Sebelum mereka menyadari apa yang sedang terjadi, mereka sudah berkumpul mengitari api bersama orang-orang tersayang.
Dulu, dan sekarang, itu adalah pemandangan yang tidak pernah berubah, kenyataannya, saat ini, Shikamaru sedang duduk di depan api yang hangat dan makan bersama sahabatnya, Akimichi Chouji.
Mengobrol. Tertawa. Bunyi dentingan alat makan. Dan yang peling penting, bunyi desis daging yang sedang dimasak.
Yakiniku Q.
Tempat biasa Shikamaru dan yang lainnya.
Di restoran barbeque seperti ini, orang-orang biasanya mengira bahwa tempat sejenis ini hanya akan ramai pada malam hari, dan tidak pada waktu sibuk seperti siang hari. Yakiniku Q adalah pengecualian, selalu penuh dengan pelanggan baik siang ataupun malam. Daging yang dijual harganya murah, dan yang terpenting adalah berkualitas tinggi, jadi restoran itu sangat populer.
Dan itu artinya saat ini, tepat saat jam makan siang, Yakiniku Q tidak ada bedanya dengan medan perang.
Panggilan pesanan datang dari semua penjuru tempat duduk, pesanan seperti bir atau teh ulong atau alat makan bertemu dengan pelayan restoran yang sibuk. Mereka dengan cepat berkeliling ke seluruh pelanggan. Tempat itu sangat ramai.
Shikamaru menonton kegiatan para pelayan itu dari sudut matanya sambil meletakkan sepotong daging ke panggangan.
Warna merah pekat daging itu hampir bersinar, lemaknya berkilau bak mutiara. Menandakan bahwa daging itu segar. Bunyi desis yang menggiurkan terdengar berpadu dengan aroma daging yang lezat di restoran itu.
Shikamarudan Chouji sudah memutuskan untuk makan siang di tempat itu.
Keputusan itu disepakati beberapa saat yang lalu.
Shikamaru sedang keluar untuk pergi berbelanja, dan bertemu Chouji di perjalanan. Mereka kemudian mengobrol.
Kemudian Chouji berkata, “Sebentar lagi waktu makan siang, bagaimana kalau makan beberapa daging bersama?” dan disinilah mereka, di tempat hangout mereka biasanya,YakinikuQ.
Shikamaru memasuki kedai itu dengan niat mampir sebentar, seperti yang orang-orang biasa lakukan di kedai teh, tapi Chouji selalu melakukan ini.
'Beberapa daging’ katanya– mana mungkin! Chouji tidak pernah duduk tanpa niat untuk makan sebanyak yang dia bisa.
Potongan daging di atas panggangan Shikamaru sudah hampir matang dan juicy. Dia mengulurkan sumpit dan membaliknya. Bagian yang dibaliknya sudah terpanggang dengan sempurna.
Jika daging dipanggang terlalu lama, maka akan menjadi alot. Kalian harus memperhatikannya untuk memastikan daging itu tidak terlalu matang.
Sebagian besar orang membiarkan daging mereka dimasak dalam jangka waktu yang ditentukan insting mereka, tapi hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa kebanyakan orang akhirnya memasak dagingnya terlalu lama.
…Atau paling tidak, itulah yang Chouji katakan pada Shikamaru saat mereka mengobrol.
Chouji sendiri, saat mengkritik orang-orang yang memasak daging terlalu lama, memakan potongan daging yang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda matang.
Chouji mempunyai kecenderungan untuk memakan daging saat masih terlalu mentah untuk dimakan. Shikamaru berpikir kalau lebih baik memanggangnya sedikit lagi.
Potongan dagingnya di panggangan sudah hampir matang. Tepat saat Shikamaru hampir menjangkaunya dengan sumpit, dagingnya direbut tepat di depan matanya.
Chouji. Diamengambil potongan itu dan melahapnya dengan suara puas.
“Itukan…dagingku…”
“Huh? Ohhhh, maaf Shikamaru. Aku melihatnya sudah siap dimakan, dan sebelum aku menyadarinya, tanganku langsung…” Chouji tampak merasa bersalah saat menyadari bahwa dia mengambil daging yang salah.
“Ah iya, tidak apa-apa. Lagipula, masih banyak daging yang bisa dimakan.”
Setelah itu. Shikamaru meletakkan potongan daging lainnya ke atas panggangan. Dia kembali melihat Chouji dengan senyum lebar, dan berkata:
“Lagipula ,lebih baik kau memakannya daripada daging itu gosong, kan?”
Chouji memberikan cengirannya pada temannya, dan kembali fokus mengunyah daging jarahannya, juga menambahkan nasi ke mulutnya.
“Daging ini enak sekali.” Dia bergumam sambil mengunyah.
Shikamaru memandangnya, memikirkan apa Chouji mengerti kalau komentarnya bukan di saat yang tepat.
“Memasak dengan panggangan arang itu sangat sulit untuk pemula.” Lanjut Chouji. “Jadi kalau untuk memasak sekaligus makan, panggangan gas lah yang terbaik. Mereka memilih metode yang sangat bagus untuk memasak daging yang enak.”
Yup, Chouji benar-benar tidak menyadari apa-apa. Komentarnya hanya tentang bagaimana metode memasak daging yang baik.
Sambil Chouji berbicara, dia juga terus melahap nasinya. Ya ampun, kalau keadaannya seperti ini, mangkuknya akan segera kosong.
Shikamaru melambai ke pelayan yang berada di tengah keramaian pengunjung dan memesan nasi tambahan.
Hal yang menarik dari nafsu makan Chouji yang luar biasa itu adalah karena pemandangan Chouji yang sedang makan itu enak dilihat. Melihat dia makan ntah kenapa membuat Shikamaru juga merasa kenyang, meskipun dia tidak makan banyak, dan meskipun dagingnya sendiri dicuri tepat di depan matanya.
Karena inilah Shikamaru ikut campur tangan tanpa alasan untuk memastikan Chouji makan dengan baik. Pada akhirnya, dia memberikan potongan daging keduanya yang dia letakkan di pemanggang pada Chouji.
Chouji memegang sumpitnya dengan kemampuan yang menakutkan, daging itu menghilang dalam satu kedipan mata. Satu per satu, deretan daging setengah matang semuanya menghilang ke dalam mulut Chouji.
Chouji tampak sangat bahagia setelah makan begitu banyak daging. Dan yang lebih lagi,ntah kenapa belakangan ini dia mulai terlihat berwibawa saat makan.
Daging, nasi, daging, nasi, daging, nasi, daging, daging, daging… Chouji terus makan tanpa berhenti, dan Shikamaru menonton pertunjukan itu, dia menyimpulkan bahwa yang membuat Chouji terlihat berwibawa adalah jenggotnya.
Belakangan ini, penampilan keseluruhan Chouji sedikit berubah.
Hal yang pertamakali tertangkap oleh mata orang lain adalah jenggotnya. Jenggotnya tidak tumbuh terlalu panjang, tapi dibuat pendek dan tertata rapi. Bukan itu saja. Rambut Chouji juga dipotong lebih pendek, dan disisir rapi ke belakang. Itu memberikan kesan bersih, rapi, dan tertata pada penampilannya.
Tidak diragukan lagi. Itu karena jenggotnya. Ketika kau memadukannya dengan rambut dan perubahan penampilannya yang lain, maka Chouji terlihat seperti orang dewasa yang dihormati, bahkan bagi Shikamaru yang sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Itulah kenapa ada kesan berwibawa yang tampak pada Chouji meskipun saat dia makan.
“Mungkin aku juga harus menumbuhkan jenggot…” Gumam Shikamaru sambil menyenderkan punggungnya di kursi.
“Eh? Kenapa kau mau melakukan itu?” Chouji mendongak sesaat dari aktivitas makannya yang gila-gilaan.
Meskipun tampaknya dia asyik dengan makanannya, Chouji selalu mendengar dengan seksama apa yang Shikamaru katakan. Shikamaru menyadari itu, dan terus berbicara,
“Tidak sepertimu, aku tampaknya tidak berubah sama sekali sejak masih anak-anak, yakan?” Shikamaru menyentuh rambut berkuncir ponytail di kepalanya.
Shikamaru selalu membiarkan rambutnya seperti ini, sejak masih anak-anak. Sebuah ikatan model ponytail yang sederhana, rambutnya yang panjang dikumpulkan dan diikat di atas kepalanya. Bukannya dia berniat menjaga rambutnya agar tetap seperti itu atau apa. Hanya saja untuk orang yang bersifat pemalas seperti Shikamaru, inilah cara yang paling mudah untuk berurusan dengan rambutnya.
Jika kalian mengatakan memang dia berniat melakukan sesuatu, maka mungkin itu adalah bagaimana dia berniat untuk berpakaian dan mengurus rambutnya sesederhana mungkin.
Tapi, bukan berarti dia begitu berniat membuat segala hal menjadi mudah hingga akhir, atau apapun yang sejenis itu. Jadi kalian tidak bisa benar-benar mengatakan bahwa dia berniat untuk menjadikan segalanya mudah. Hanya saja dia begitu karena dia tidak terlalu peduli.
Shikamaru tidak mengerti orang-orang yang melakukan segala hal untuk mengubah penampilannya, orang-orang yang punya banyak masalah dalam memilih pakaian mereka. Menurutnya pakaian yang terbaik adalah pakaian yang bisa dikenakan dimana saja, kapan saja, pakaian yang membuatmu nyaman saat memandang awan ataupun tidur siang.
Saat dia masih kecil, Shikamaru sering berpikir ‘kalau aku adalah awan, aku akan menghabiskan hariku dengan duduk di depan api unggun dan melihat api’.
Anak seperti itu adalah anak yang sangat berbeda dari anak-anak yang peduli tentang apa yang dunia maupun masyarakat pikirkan tentangnya. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan kalau dia tidak terlalu memperhatikan urusan rambut atau pakaian.
Tapi melihat sahabat lamanya itu tiba-tiba terlihat seperti orang dewasa yang dihormati membuat Shikamaru berpikir.
Shikamaru sudah menjadi chuunin di usia yang cukup muda, dan juga ikut terlibat dengan banyak pekerjaan yang berhubungan dengan administrasi desa. Contohnya, dia menjadi pengawas ujian chuunin, dan itu membuatnya harus menghadiri banyak rapat, antar desa maupun sebaliknya, dan dalam setiap rapat itu tidak heran jika dia dikelilingi banyak orang yang lebih tua darinya.
Karena dia mendapatkan tugas seperti itu, Shikamaru sering berpikir pada dirinya ‘lihat persoalan ini layaknya orang dewasa’ atau ‘bersikap tenanglah layaknya orang dewasa’ atau ‘kau harus memperhatikan sikapmu layaknya orang dewasa’.
Shikamaru sudah menguasai setiap karakteristik yang terkait dengan ‘bersikap layaknya orang dewasa’, tapi saat ini tiba-tiba hal itu membuatnya membandingkan dirinya, yang tidak terlihat berubah sedikitpun sejak masih muda, dengan tampilan dewasa Chouji yang berada di depannya.
Dan hasilnya adalah komentar Shikamaru mengenai jenggot.
“Orang-orang selalu bilang ‘kau tidak berubah sama sekali, ya’ saat mereka melihatku…” Gerutu Shikamaru sambil makan.
Chouji mendongak dan memiringkan kepalanya bingung.
“Tapi, saat mereka mengatakannya, mungkin yang mereka maksud itu rambutmu, kan?” Chouji berhenti sejenak, melihat ke piringnya yang kosong. “Ah, oba-chan, tolong satu porsi lagi ya!”
Setelah memesan pesanannya, Chouji mengelap mulutnya, dan kembali melihat Shikamaru.” Jika kau bertanya padaku, kau sudah banyak berubah dibanding dulu.”
“Benarkah?”Tanya Shikamaru. “Apa aku terlihat seperti orang dewasa?”
“Yeah. Mungkin karena kau terlibat dalam banyak pertemuan Persatuan Shinobi. Dibanding dengan kau yang dulu, wajahmu sudah sangat berubah. Kau terlihat lebih tenang dan cekatan sekarang. Aku yang mengatakannya, jadi tidak mungkin salah.”
Chouji memberikannya persetujuan besar.
“Ah, sekarang karena kau mengatakannya, banyak orang yang bilang kalau aku terlihat seperti ayahku.”
Mungkin Shikamaru sendiri tidak menyadarinya karena dia melihat wajahnya di cermin setiap hari.
Tapi tetap saja, dia terus berpikir bahwa jika dia memiliki jenggot, maka dia akanterlihat lebih berwibawa…
Shikamaru meletakkan tangannya pada dagunya yang licin dan terus berpikir mengenai hal tersebut. Sambil Shikamaru melakukan hal itu, pesanan daging Chouji tiba.
Sebuah piring besar, tapi kebanyakan orang akan kaget jika mendengar itu bukan untuk mereka berdua. Lupakan untuk mereka berdua, itu adalah pesanan yang hampir tidak cukup untuk Chouji. Itu juga biasanya membuat orang-orang terkejut. Tapi, baik pelayan maupun pelanggan setia disana sudah terbiasa dengan kebiasaan makan Chouji, jadi tidak ada yang akan terkejut.
Saat kita kesini pertama kali, kita juga memesan porsi besar ini, iya kan…
Pikiran Shikamaru kembali pada masa-masa dimana mereka baru saja menjadi genin.
Timnya merayakan misi pertama mereka yang berjalan dengan lancar.
Dan setelah itu, setelah pulang dari setiap misi, mereka sering mendatangi restoran ini.
Mereka berempat akan makan di tempat duduk ini, dan Shikamaru akan duduk persis ditempat yang didudukinya sekarang.
~
Chouji diteriaki oleh teman satu timnya Ino.
“Hey?!” Teriaknya,”Chouji, kau makan dagingku!”
“Diamlah…” Gerutu Shikamaru pada suara berisik Ino.
Yang dilakukannya salah. Ino langsung melotot padanya. “Apa maksudmu diam? Itu dagingku! Lalu apa tadi kau bilang kau mau memasak dagingnya?”
Sekarang dialah yang jadi target. Ini memalukan.
“Apa ini?” Komplain Shikamaru berbisik, meletakkan daging ke panggangan. “Kenapa aku yang selalu memasak semuanya lagi? Ugh, merepotkan…”
Kenapa kebanyakan perempuan itu pemaksa? Shikamaru memikirkan itu sambil membalikkan daging panggangan.
Untuk memulainya, ada wanita yang paling dekat dengannya: ibunya. Dia lebih pemaksa dibanding wanita normal, bisa dibilang dia abnormal.
Apa memangnya yang membuat ayahnya mau meilirik wanita yang begitu menakutkan dan berpikir ‘aku akan menikahinya’? Shikamaru benar-benar tidak bisa mengerti.
“Ini sudah cukup, kan?”
Dagingnya sebentar lagi matang. Saat Shikamaru berkomentar, Ino menggapai daging itu dengan sumpitnya, tampak ada hawa puas di sekitarnya.
Tapi daging itu tiba-tiba menghilang.
Itu bukan fenomena supernatural. Itu adalah Chouji. Ino menurunkan sumpitnya dan mulai berteriak.
“Sengaja, kan?!” Teriaknya, “Kau melakukan ini dengan sengaja!”
“Huh- Aku hanya- aku melihat dagingnya, jadi…”Chouji tergagap.
“Jangan pikir kau bisa keluar dari masalah ini dengan komentar tidak jelasmu!”
Ino menarik kerah Chouji, masih berteriak. Limbung, Chouji masih tidak melepaskan mangkuk ataupun sumpitnya. Shikamaru menggerutu karena dia harus memanggang daging lagi, dan mulai meletakkan beberapa daging ke panggangan.
Itu adalah pemandangan biasa bagi timnya. Dan kemudian…
Ada seseorang yang memperhatikan mereka bertiga dengan senang.
Asuma.
~
Shikamaru kembali ke masa yang sekarang, dan melihat tempat yang biasa Asuma duduki.
Shikamaru ,Chouji, Ino, dan Asuma. Mereka berempat biasa datang ke restoran ini setiap selesai misi, dan berkumpul di meja ini.
Dulu, Shikamaru berpikir bahwa hidup akan terus berjalan seperti itu.
Konyol rasanya untuk membayangkan semua orang hidup dalam masa muda yang konstan, tapi ntah kenapa, masa lalu Shikamaru masih berpikir seperti itu. Dia tidak bisa membayangkan seperti apa dia nanti saat dewasa.
Tapi terlepas dari semua itu, waktu telah berlalu.
Ino sudah menjadi lebih feminin. Selera makan Chouji tidak berubah, tapi dia memiliki jenggot. Bahkan Shikamaru sudah berubah sebelum dia menyadarinya. Dan Asuma…sudah tidak ada disini lagi.
Mereka berempat tidak bisa bersama-sama lagi.
Restoran ini,tempat duduk ini, semuanya tertanam memori saat-saat bahagia yang tidak bisa Shikamaru ulang kembali.
Karena Shikamaru tidak mau melupakan memori-memori itu maka Shikamaru tetap mengunjungi restoran ini, hingga sekarang.
Saat Shikamaru dikelilingi aroma daging panggang yang familiar, dia bisa terjatuh ke dalam halusinasi dimana ketika aroma tembakau juga sedang mengelilinginya.
Asuma sudah menjadi orang dewasa.
Jenggotnya selalu beraroma tembakau dari rokok yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak peduli apapun situasinya, dia selalu bersikap tenang. Tenang dan lembut.
Asuma sudah sering berkelana di masa mudanya, jadi dia punya banyak pengetahuan, dan kemampuannya sebagai shinobi bahkan lebih baik. Dia seperti seorang ayah, dan seperti seorang kakak. Dia selalu menraktir Shikamaru dan timnya makan daging.
Kalau dipikir-pikir, Asuma selalu perlahan berubah pucat melihat nafsu makan Chouji yang luar biasa, dan dengan panik memeriksa dompetnya untuk memastikan uangnya cukup.
Sekarang, Shikamaru dan yang lainnya membayar makanan mereka sendiri, dengan uang yang diperoleh sendiri.
Shikamaru berandai-andai apakah dia bisa menjadi orang dewasa seperti Asuma walaupun sedikit.
Shikamaru mengambil menu, membalik halamannya dan menghitung berapa banyak tagihan yang harus dibayarnya dan Chouji. Akan terlalu mahal jika dia menraktirnya. Jika dia membagi tagihannya, maka dia bisa menjangkaunya.
Ya ampun, aku harus makan lebih banyak lagi selagi sempat…
Shikamaru melirik kecepatan makan Chouji yang ganas, dan meraih beberapa daging untuk dirinya sendiri.
“…nyam, nyam, nyam…Obachan, aku pesan lagi!” Teriak Chouji, mulutnya penuh dengan nyam—tidak, er, daging sapi.
Chouji akhirnya berhenti makan, untuk beberapa saat paling tidak. Dia tampak puas, menenggak secangkir teh ulong sekaligus. Ketika dia yakin Chouji sudah mulai bernapas lagi, Shikamaru berbicara.
“Jadi, soal yang kita bicarakan sebelumnya, apa yang akan kau lakukan?”
“Huh? Dessert?”
Kita tidak sekalipun membicarakan soal dessert, Chouji.
“…mengena ihadiah pernikahan Naruto dan Hinata.”
“Ohh, yeah,itu.”
Shikamaru menghela napas. Apa Chouji lupa?
Awalnya, Shikamaru sedang keluar dengan niat untuk membeli hadiah pernikahan. Ia kemudian bertemu Chouji di jalan, dan kemudian mereka mengobrol mengenai apa yang harus mereka berikan.
Shikamaru masih belum menentukan apa yang harus diberikan sebagai hadiah. Bagaimanapun, dia harus memikirkan sesuatu yang Naruto dan Hinata akan sukai, dan dia merasa blank.
Shikamaru bukan hanya tidak berpengalaman dalam hadiah pernikahan, dia asing dalam masalah perhadiahan.
Dalam kasus itu, yang terbaik baginya adalah berbicara pada seseorang yang tidak sembarangan dalam menentukan hal seperti ini. Dan saat dia akan menentukan hadiah, yang terbaik adalah menanyakan pendapat wanita. Jadi, Shikamaru pergi mengunjungi Ino.
Toko Bunga Yamanaka. Itu adalah nama toko milik keluarga Ino.
Saat Shikamaru berbicara padanya mengenai masalah itu, Ino langsung membanggakan dirinya yang sudah menentukan hadiahnya. Seperti yang diharapkan dari Ino. Dia itu sangat update kalau sudah soal tren dan fashion terkini.
Seperti yang diharapkan dari timku, pikir Shikamaru, dan merasa lega.
“Kalau begitu, sepertinya tidak apa-apa kalau aku membeli sesuatu dari toko yang sama denganmu.” Ucapnya pada Ino. “Bisa kau beritahu dimana toko itu?”
“Eh? Kau tidak boleh mengikutiku. Lupakan itu.”
Dan demikianlah, meskipun mereka adalah teman yang menghadapi pertempuran maut bersama, Shikamaru langsung ditinggalkan.
Setelah itu…
“Aku menyerah…” Shikamaru menggerutu sambil terus berjalan, melakukan survey di beberapa toko. Dia bertemu Chouji di perempatan, dan akhirnya disinilah dia, di Yakiniku Q.
Tapi tampaknya Chouji sudah melupakan seluruh masalah itu akibat keranjingan daging. Bahkan sekarang, dia sedang memakan eskrim. Kapan Chouji memesan eskrim? Shikamaru tidak mencoba untuk menebaknya. Ada banyak hal dari Chouji yang tidak bisa dipahami.
Sejujurnya, kalau sudah soal topik mencari hadiah pernikahan, pendapat Chouji mungkin tidak semeyakinkan Ino.
Akan tetapi, saat Shikamaru merasa khawatir akan hadiah pernikahan itu, Chouji santai-santai saja.
“Sebenarnya, aku kurang lebih sudah menentukan…”
Respon Chouji tidak terprediksi hingga Shikamaru terlonjak di tempat duduknya.
“Kau benar-benar sudah menentukannya?! Apa yang akan kau berikan?”
“Yeah.” Ucap Chouji, mengeluarkan selembar tipis kertas berbentuk segiempat. “Aku berpikir untuk memberikan ini pada mereka.”
Chouji meletakkan benda itu di atas mejanya, dan Shikamaru mengambilnya agar kertas itu tidak basah.
“Ini…”
Shikamaru tidak mempercayai matanya. Ini adalah voucher makan di salah satu restoran Ryotei termahal di Konoha.
“Dewasa muda seperti kita tidak biasa pergi ke tempat seperti itu,” Ucap Chouji, tersenyum lebar. “Tapi karena itu adalah hadiah pernikahan, itu akan bekerja.”
Tepat seperti yang Chouji katakan. Restoran ini sangat formal dan sangat mahal, begitu banyak dewasa muda yang tidak biasa pergi kesana. Tapi, voucher untuk makan disana, sebagai hadiah pernikahan, itu sangat brilian.
Adalah sebuah kesempatan bagi pasangan itu untuk pergi ke suatu tempat yang tidak biasa mereka kunjungi, dan itu adalah hadiah pernikahan yang akan mereka nikmati. Tidak akan ada lagi hadiah pernikahan yang sehebat ini.
Tapi, meskipun itu adalah hadiah pernikahan yang menakjubkan, bagaimana mungkin Chouji dengan mudah melepaskan voucher makan di tempat berkelas seperti itu?
Chouji, apa kau benar-benar pria yang sama dengan yang kukenal? Kau benar-benar jauh lebih dewasa dari yang kukira.
Shikamaru memandangi voucher elegan di tangannya itu, kemudian melirik wajah Chouji yangs edang bahagia menikmati eskrimnya. Dia tercengang.
Chouji terus memakan eskrimnya tanpa menyadari tatapan temannya. Secepat kilat, dia memulai mangkuk keduanya.
“Plus, itu datang pada waktu yang tepat,” Ucap Chouji sambil menjilat. “Itu untuk makan bertiga…”
Awalnya, Shikamaru tidak mengerti maksud dibalik apa yang Chouji katakan. Sesaat berlalu, dan dia memahaminya. Keringat muncul di dahi Shikamaru.
“Kau tidak mungkin…” Shikamaru bertanya dengan lembut, merasa terkejut karena alasan yang sangat berbeda. “Kau tidak akan…makan…bersama mereka…?”
Chouji mendongak dari eskrimnya dengan tawa yang keras. “Tidak mungkin. Kalau memang itu aku, aku tidak akan mengganggu acara makan pasangan yang baru menikah.”
“B-benar…yeah, itu akan terasa….”
“Aku akan meminta pada pemiliknya, dan makan di meja yang terpisah.”
“…Serius?”
Tanpa berpikir, Shikamaru mendongak ke langit-langit. Kipas disana terus berputar tanpa henti seperti biasanya.
-
Kipas dilangit-langit itu terus berputar dalam diam. Chouji, terus memakan eskrimnya penuh semangat dalam diam.
Tidak terasa, jam makan siang sudah berlalu, dan pelanggan restoran mulai berkurang. Kedamaian mulai kembali ke Yakiniku Q.
Mendengarkan suara samar kipas angin di kedai yang sunyi, Shikamaru kembali mengkhawatirkan dirinya sendiri.
Voucher makan gratis di tempat berkelas.
Itu adalah hadiah yang telah dipersiapkan Chouji. Hadiah itu tidak memiliki sisi buruk.
Tapi…
Meskipun mungkin itu adalah hadiah yang tidak memiliki sisi buruk, tapi kenapa harus untuk tiga orang? Restoran Ryotei itu harusnya sudah memikirkan seberapa sering pasangan datang ke tempat itu, berkencan tanpa gangguan. Apa ryotei itu tidak berpikir? Jika itu untuk tiga orang, maka tentu saja akhirnya Chouji akan pergi…!
Shikamaru dalam hati mengkritik peraturan restoran yang belum pernah didatanginya dengan muka masam.
Pikirannya membayangkan Naruto dan Hinata berpakaian rapi untuk kesempatan makan di restoran ryotei berkelas itu.
Dan, kemudian, di kursi di belakang mereka. Chouji. Memesan porsi ke-duanya sambil memperhatikan mereka berdua.
…apa itu tidak apa-apa…?
Tidak, saat ini, Chouji baik-baik saja seperti biasanya. Bagiamanapun, itu adalah hadiah yang ‘sangat Chouji’. Saat ini, masalah yang lebih besar adalah Shikamau sendiri, yang masih belum bisa memikirkan apapun. Dia telah mengerahkan seluruh proses berpikirnya untuk mendapatkan ide.
Shikamaru meluruskan duduknya dan perlahan memejamkan matanya.
Kapanpun Shikamaru berpikir keras tentang sesuatu—contohnya, langkah selanjutnya dalam permainan favoritnya shougi, atau strategi yang rumit di tengah misi—dia memiliki kebiasaan duduk dengan cara tertentu saat berpikir. Dia tidak melakukan posisi itu dengan maksud tertentu. Itu adalah posisi yang terbaik baginya untuk berpikir.
Maka dari itu, tidak akan ada yang mengira bahwa Shikamaru akhirnya melakukan posisi berpikirnya di tengah Yakiniku Q. Dia sendiri tidak mengira akan menjadi seperti ini.
Shikamaru mengumpulkan pikiran di kepalanya. Sesuatu yang cocok sebagai hadiah pernikahan…beberapa kemungkinan dan pilihan mengambang di pikirannya.
Pertama, hadiah itu haruslah sesuatu yang praktis dan berguna. Peralatan dapur, atau peralatan masak. Hadiah yang bagus adalah sesuatu yang belum dimiliki pasanganitu.
Peralatan makan belakangan ini populer, kan? Mangkuk yang matching untuk pasangan itu merupakan sebuah pilihan yang mungkin.
Jam tangan mungkin, atau juga figura foto untuk foto pernikahan. Hadiah yang memenuhi standar. Hadiah yang dapat menjadi memori yang indah dalam pernikahan itu sangat baik. Tapi hadiah-hadiah itu juga harus menjadi hal yang menarik bagi keduanya.
Bagaimanapun, dia tidak boleh memberikan hadiah yang sama dengan orang lain. Lagipula, Ino sudah marah bahkan jika Shikamaru mencari hadiah di toko yang sama, jadi memberikan hadiah yang sama dengan orang lain secara logika tidak baik.
Pernikahannya sebentar lagi, jadi mungkin buket besar bisa menjadi hadiah? Itu adalah hadiah yang paling sesuai sebagai hadiah pernikahan.
Ada juga pilihan dengan memberikan mereka makanan. Bahan-bahan berkualitas, seperti kue-kue atau teh, yang seperti itu akan mereka terima dengan senang hati, kan? Tapi itu tampaknya akan jadi sejenis dengan hadiah voucher makan Chouji.
Tapi tidak, sejujurnya akan tidak apa-apa jika dia akhirnya memberikan mereka voucher seperti Chouji, ya kan? Dia bisa mendapatkan voucher dari pusat perbelanjaan. Dia hanya perlu membeli barang-barang yang dia suka, dan kemudian akan menjadi mudah untuk memilih barang yang disukainya… Tapi kemudian bagaimana dia bisa membayar itu semua untuk mendapatkan voucher itu… Uang adalah…uang…
Shikamaru perlahan membuka matanya. Chouji masih menikmati eskrimnya.
Apa yang harus dilakukan…
Pada akhirnya, satu kata muncul secara pragmatis di pikirannya: uang.
Itu adalah sudut fokus yang bagus. Daripada membeli barang yang tidak bisa mereka gunakan, atau sesuatu yang sejenis dengan hadiah orang lain, jauh lebih baik jika memberikan mereka uang untuk membeli apapun yang mereka suka.
Tapi kemudian, dia berpikir bagaimana nanti ketika semua orang memberikan Naruto dan Hinata hadiah, dan Shikamaru hanya mengatakan ‘ini untuk kalian’ dengan seamplop uang.
Karena itu aku, maka mereka akan berpikir kalau aku merasa bahwa belanja itu terlalu merepotkan, dan terpaksa memberikan uang karena kemalasanku, iya kan…?
Dia mengkhawatirkan kemungkinan itu.
Di kenyataannya, tampaknya tidak akan ada yang berpikir seperti itu. Tapi jujur, memberikan uang adalah pilihan hadiah yang sangat membosankan. Itu terasa seperti tidak tulus.
Sebenarnya tidak apa-apa jika memberikan hadiah seperti itu pada orang yang tidak terlalu kukenal, tapi jika pada mereka…apa tidak apa-apa?
Shikamaru masih merasa khawatir tanpa henti. Sama, Chouji masih terus makan tanpa henti.
“Kau makan banyak sekali.” Shikamaru tiba-tiba menyadari jumlah mangkuk yang tidak terhingga yang menumpuk di depan Chouji. “Kau tidak merasa kedinginan sama sekali?”
“Rasanya nikmat dan dingin setelah memakan semua barbeque panas itu. Plus, aku adala hjenis orang yang akan melakukan perjalanan ke Negeri Es dan masih akan membeli eskrim untuk kumakan. Nafsu makanku tidak hilang karena dingin. ”Chouji tersenyum lebar pada temannya, dan saat dia menyelesaikan mangkuknya sekarang, akhirnya terlihat kenyang. “Gochisousama*.”
Tunggu. Tunggu sebentar. Sekarang. Baru sekarang, sesuatu muncul di kepala Shikamaru.
“Chouji…apa yang kau katakan barusan?”
“Huh? Eh, aku bilang gochisousama…”
“Tidak, sebelum itu. Soal perjalanan ke Negeri Salju.”
“Ah, yeah, aku bilang aku akan tetap makan eskrim meskipun aku sedang melakukan perjalanan di Negeri Salju. Tapi kau tahu kan kalau aku cuma memberi contoh?”
“Itu dia.” Shikamaru terlihat gembira sambil menunjuk Chouji. “Perjalanan. Sebuah perjalanan. Itu bagus, kan? Perjalanan untuk bulan madu mereka…!”
*
Shikamaru dan Chouji meninggalkan Yakiniku Q tanpa menentukan tujuan berikutnya di pikiran mereka. Mereka hanya berjalan tanpa tujuan. Tidak masalah jika mereka punya tujuan atau tidak. Shikamaru akhirnya terbebas dari kekhawatirannya.
“Aku mengerti, kau akan memberikan Hinata dan Naruto hadiah berupa perjalanan bulan madu, kan?”
“Yeah, Chouji. Berkatmu, aku akhirnya menemukan ide yang bagus.”
Sekarang, yang perlu Shikamaru lakukan adalah menentukan tujuannya. Kemudian pergi kesana dan memastikan semuanya berkualitas bagus.
Ah. Dia harus meminta pendapat wanita lagi, ya?
Dimana dia bisa menemukan Ino? Menurut yang dikatakannya saat Shikamaru mengunjunginya sebelumnya, dia mungkin sedang di jalan untuk membeli hadiah pernikahan…
Sambil dia dan Chouji berjalan, Shikamaru mulai melirik ke arah pertokoan.
“Apa kau mencari seseorang, Shikamaru? Aku bisa membantu.”
“Yeah, aku butuh pendapat wanita. Ino bisa melakukannya jika dia di sekitar sini.”
Tetapi, Konoha itu sangat luas.
Pertemuan Shikamaru dan Chouji saat sedang berjalan-jalan tanpa tujuan yang sama adalah suatu kebetulan. Jika mereka sekarang bisa bertemu dengan Ino, maka itu adalah suatu kebetulan dari semua kebetulan bagi seluruh anggota Tim 10, Ino-Shika-Chou bertemu di satu titik.
Kemungkinan mereka bertemu satu sama lain tanpa komunikasi sebelumnya adalah hampir nol. Bahkan jika ada pertemuan yang kebetulan dalam sebuah film atau cerita fiksi, penonton pasti akan sangat mengkritiknya, mengatakan bahwa itu adalah kebetulan yang tidak mungkin.
Tepat saat Shikamaru memikirkan itu, Chouji berbisik.
“Oh, lihat siapa disana.”
“Kau bercanda, kan?!” Suara Shikamaru meninggi dan histeris karena terkejut.
Kenyataan adalah sesuatu yang luar biasa. Kebetulan yang tidak disangka yang tampaknya hanya ada di novel, seperti pertemuan teman satu tim, selalu terjadi.
Akan tetapi, pemandangan yang menyapa Shikamaru setelah berteriak terkejut adalah sebuah kebetulan yang akan membuatnya lebih terpesona.
…
(Bersambung ke bagian dua)
[Translator’sNote]:
*Gochisousama adalah frase yang diucapkan setelah makan, artinya ‘terima kasih untuk makanannya’. Itu adalah hal yang sopan untuk dikatakan setelah selesai makan. Tapi ini artinya bukan Chouji berterimakasih pada Shikamaru atas makanannya.
Tag :
Manga Versi Teks,
Novel
0 Komentar untuk "Konoha Hiden-Chapter 3 "Daging dan Uap" (Bagian 1)"